Doa, merupakan dialog antara manusia dan Pencipta-nya. Dialog merupakan interaksi 2 arah. Silakan ingat-ingat, apakah doa Anda sudah menjadi dialog Anda terhadap Beliau? Ataukah doa Anda hanya merupakan monolog yang akhirnya merupakan suatu pemaksaan tak disadari dari kehendak pribadi di atas Kehendak-Nya?

DI MULUT DAN DI HATI Nun jauh di sana... A (berdoa) : Tuhan, berikanlah yang terbaik bagi kami berdua. Engkau tahu yang terbaik bagi kami. [versi mulut] Aku ingin mendekati dia. [versi hati] Nun dekat di situ... B (berdoa) : Tuhan, berikanlah yang terbaik bagi kami berdua. Engkau tahu yang terbaik bagi kami. [versi mulut] Aku ingin menjauh dari dia. [versi hati] Ket: A dan B sedang dalam pergumulan batin diantara mereka berdua, dan berusaha dekat dengan Tuhan. Kita lihat apa yang (sebenarnya) terjadi. A dan B sama-sama memohon yang terbaik bagi mereka berdua, namun ternyata punya pertentangan permohonan (yang sebenarnya) di dalam hati. Sadarkah mereka, jika mereka sudah berusaha saling tarik-menarik

Tuhan ke sisi masing-masing? Apa bedanya itu dengan memposisikan doa sebagai obat kehausan atas keinginan pribadi? Si A dan si B berdoa dengan sedemikian indah, berkata-kata dengan sedemikian lurus, namun ternyata hanya berusaha agar Tuhan memenuhi keinginannya. Itu sama saja dengan mengurung Kebesaran Tuhan dalam keinginan pribadi. Ketika kita merasa bahwa doa kita dijawab dan kita merasa lega, itulah posisi nyaman dimana kita harusnya bertanya pada diri sendiri: "Apakah saya sudah berdoa dengan jujur, melepaskan keinginan pribadi di balik doa?" Setiap kita harus menyadari, apa kita seperti A atau B? Kok pilihannya cuma 2? Ya, karena itulah yang terjadi dalam keseharian terlalu banyak orang! Bagaimana jika tidak mau menjadi seperti A ataupun B? Maka jadikanlah…

Syariat adalah bagaimana mewujudkan penyaksian akan Allah; Tarikat adalah bagaimana dalam kehidupan senantiasa mengingat-Nya; Hakikat adalah bagaimana ikhlas, syukur dan sabar dalam kehidupan; Makrifat adalah implementasi kehidupan dalam penyaksian dan menyaksikan-Nya.

Sebuah renungan untuk menyucikan jiwa, menjernihan akhlak Syari'at adalah Zahir; Tarikat adalah Batin; Hakikat adalah Akhir; Ma'rifat adalah Awal... Syari'at adalah Fi'il; Tarikat adalah Asma; Hakikat adalah Sifat; Ma'rifat adalah Dzat... Syari'at adalah dengan lidah; Tarikat adalah dengan hati; Hakikat adalah dengan nyawa; Ma'rifat adalah dengan sir/rahasia... Syari'at adalah Syuhud; Tarikat adalah Nur; Hakikat adalah Ilmu; Ma'rifat adalah Ujud... Tatkala, Ma'rifat itu penyaksian akan Allah; Hakikat itu ikhlas, syukur dan sabar sebelum penyaksian Allah; Tarikat itu jalan pengosongan sebelum Hakikat; Syari’at itu dalil kehidupan dalam menghormati eksistensi-eksistensi lain. Maka, Syari'at itu bagaimana mewujudkan penyaksian akan Allah; Tarikat itu bagaimana dalam kehidupan senantiasa mengingatnya; Hakikat itu bagaimana ikhlas, syukur, dan sabar dalam kehidupan; Ma'rifat itu implementasi

kehidupan dalam penyaksian dan menyaksikan-Nya. Syari'at adalah Agama; Tarikat adalah Iman; Hakikat adalah Tauhid; Ma'rifat adalah Pengakuan lahir dan batin... Syari'at adalah tubuh; Tarikat adalah nyawa; Hakikat adalah rahasia; Ma'rifat adalah Tuhan... Syari'at adalah Ilmu Usuluddin; Tarikat adalah Ilmu Tasaawuf; Hakikat adalah Ilmu Tauhid; Ma'rifat adalah Ilmu Usul Muftahul Ghuyyub... Syari'at adalah Kulit daging urat tulang; Tarikat adalah Api angin air tanah; Hakikat adalah Ujud Ilmu Nur Syuhud; Ma'rifat adalah Dzat Sifat Asma Fi'il... Tatkala, Syari'at itu bagaimana mewujudkan penyaksian akan Allah; Tarikat itu bagaimana dalam kehidupan senantiasa mengingat-Nya; Hakikat itu bagaimana ikhlas, syukur dan sabar dalam kehidupan; Ma'rifat itu implementasi kehidupan dalam penyaksian dan menyaksikan-Nya. Maka, Ma'rifat itu penyaksian akan Allah;…

Keyakinan, agama, adalah fondasi hidup. Namun jangan sampai ketika mati dan dianggap salah, lalu Anda protes "mengapa saya bersalah, padahal hidup saya sangat agamis?" Lalu Sang Pengadil menjawab, "mari kita lihat hidupmu". Dan ketika melihat hidup Anda, ternyata hanya ada seonggok fondasi disana, fondasi saja namun tidak ada bangunan yang berdiri di atasnya.

"Kita harus menyembah Allah!" "Tidak, YHWH-lah yang kita sembah!" "No, He didn't have a name." Lalu, siapakah Dia? Sudah terlalu banyak orang yang berkutat pada permasalahan yang -dianggap- mendasar namun tidak berhasil menyentuh kedalaman-Nya. Berdebat mengenai nama (atau Nama?) Tuhan sama dengan berusaha mempermasalahkan jenis kelamin-Nya. Ketiga Ibrahimik, yang satu dengan "kami umat Tuhan", yang satu dengan "kami anak Tuhan", yang satu dengan "kami hamba Tuhan," ketiganya saling terkam "jangan anggap hanya kalian umat Tuhan", "Tuhan itu tidak beranak", "kita bukan hamba lagi, melainkan rekan Tuhan." Pusing? Bagus, berarti Anda berpikir! Hmm, atau Anda malas mendalami-Nya? NAMA Ibrahimik pertama mengenal 270 nama (atau Nama?) Tuhan, Ibrahimik kedua ditambah beberapa sapaan (atau Sapaan?)

kecil, dan Ibrahimik ketiga mengenal 99 nama (atau Nama?) Tuhan. Apakah selisih sekitar 170 nama merupakan sebuah kesesatan? Kebetulan, 2 nama yang paling populer dan ironisnya menjadi salah satu sumber deadlock adalah YHWH dan Allah. Ironis, karena ternyata dua kubu tersebut hanya suka berperang dan tidak mengalami kesadaran mengenai kedalaman-Nya. Masalahnya serupa ketika berdebat mengenai jenis kelamin-Nya, "He", "She", atau "It"? Ada juga yang berdebat mengenai penggunaan "anak" dan "hamba." Apa kesimpulan dari perdebatan itu? Kesimpulannya adalah, kedua kubu selalu berfokus pada penyalahan orang lain, namun tidak peduli kubu mereka sendiri benar atau salah. KELAMIN Jika banyak kaos bertuliskan "Tuhan, agama-Mu apa?", maka sepertinya akan ada produksi baru bertuliskan "Tuhan, jenis kelamin-Mu apa?" Berdebat mengenai…