Siang tadi kita melihat dengan telinga telanjang bagaimana fakta menelanjangi para penjaganya, bagaimana kredibilitas dipertaruhkan dan coba dipertahankan tanpa melihat bulu yang paling halus sekalipun. Sebuah tembok yang menghalangi pemahaman dirubuhkan dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah. Kecintaan yang bergulir bagai bola salju dari atas gunung salju semakin berkilau disinari angin yang menyegarkan bagi sebagian orang, tetapi juga menyesakkan bagi sebagian yang lain, angin kebenaran.

Sore hingga malam tadi sang aktor utama terlihat bersemangat untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, didampingi kroninya yang setia. Menyelimuti diri dengan sesuatu yang baik bagi dirinya, tetapi apakah benar? Belum ada yang tahu kecuali siapapun yang tahu. Ketika tiba-tiba melihat dirinya telanjang, bak sang Adam beliau mencari dedaunan besar untuk menutupi auratnya yang sesaat sebelumnya dia sadari telah dipertontonkan kepada 200 juta orang bahkan lebih dengan sangat jelas.

Itulah secuplik resensi dari babak baru dialog panas antara resimen mahabesar di negara ini, antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Kejaksaan, beserta para figuran yang malah berperan lebih dominan di dalam alur cerita yang belum selesai ditulis. Semuanya bermuara pada suatu kenyataan baru bahwa yang selamanya benar adalah kebenaran itu sendiri, walau harus mengorbankan beberapa anggota resimen penjaga menjadi tumbalnya.

Cicak yang selama ini terlihat kecil dan memang kecil dihadapan sang pemangsa ganas ternyata bertahan hidup dengan tetap menempel pada langit-langit rumah setiap pecintanya, setiap pendukungnya yang memilih memburu tokek daripadanya. Kalau buaya berjaya di rawa, maka cicak takkan pernah berjaya dan lalu takabur, tetapi akan tetap diam menunggu mangsa dan mengawasi setiap pergerakan dari setiap penduduk dalam rumah ini, Indonesia. Kalau buaya terkenal lambat berkembang biak, maka cicak kan selalu berbiak pesat dari telur-telur kecilnya yang diletakkan dimana saja dan kapan saja mempersiapkan generasi baru meneruskan generasi dan menjaga bahwa penduduk rumah selalu aman dari gangguan nyamuk dan binatang-binatang kecil penggerogot kekokohan rumah.

Semuanya bergerak sedikit demi sedikit, mengembalikan populasi dan ruang gerak cicak, memancing para tokek besar yang selama ini hanya menunjukkan suara paraunya dan membanggakan kulit buruknya ketika memperlihatkan diri, membungkam mulut buaya yang terlalu bergigi besar sehingga sering meloloskan makhluk-makhluk kecil melewati giginya tanpa dikunyah. Bersimbiosis dengan cicak berarti secara tidak langsung membersihkan rumah dari kotoran hidup yang meresahkan secara tak kasat mata, walau cicak sendiri bukan penguasa yang bisa membersihkan dengan tuntas. Penduduk rumahlah yang harus menjaga kebersihan rumahnya sehingga akan tercipta keseimbangan antara kondisi rumah dan keaktifan cicak memberantas entitas-entitas yang selalu berlaku tidak bertanggung jawab terhadap kekokohan rumah.

Ketika semua kadal dan binatang melata berkaki empat lain berjuang untuk meraih tempat dalam ekosistem ini, ingatlah bahwa cicak takkan pernah punah menjadi tanah.