Turunkan bendera itu!

Naikkan bendera itu!

Jangan, jangan sampai ke ujung yang lain!

Di tengah, ya, di tengah saja!

Kibarkan sampai hari ketujuh!

Kibarkan demi Sang Guru Bangsa yang baru saja pergi!

Gus Dur, Guru Bangsa yang lebih besar dari SBY sekalipun!

Yang membela ketika yang lain mencela, yang bicara ketika yang lain diam.

Yang berjuang ketika yang lain takut, yang sudah berdiri ketika yang lain masih duduk.

Gus Dur, orang yang menyadarkan saya akan sebuah ilusi yang sedang menghantui bangsa ini, yang memperingatkan saya dengan keras dan membangunkan sikap kritis saya terhadap hal terkecil sekalipun, walau itu juga membuat diri dibenci oleh sebagian orang, dan disukai oleh sebagian yang lain.

Gus Dur, bukan seorang guru agama, melainkan guru spiritual, guru yang selalu menjerumuskan muridnya ini ke dalam lembah meditasi yang dalam, yang dicapai bukan dengan seonggok otak, tetapi dengan segunung kelapangan diri untuk diingatkan dengan keras, dengan sebuah kerelaan melakukan segala sesuatu dengan ikhlas.

Gus Dur, yang selalu menerima orang paling hina sekalipun untuk menghadap di rumahnya. Menyilahkan petinggi, dan merangkul rakyat rendah. Dihormati pengikut, disegani pesaing. Ditelikung, tapi terus berjuang. Dikucilkan, tetapi terus berkarya.

Gus Dur, yang akan terus menjadi Gus Dur di hati ini, seorang Gus yang telah menjadi legenda bangsa, legenda seorang Guru Bangsa.

Selamat jalan Gus Dur!